Wednesday 3 August 2016

Akhirnya Semeru (part 4)










Setelah mengalami hampir hipotermia di Papandayan, gua merasa bahwa jiwa ini bukanlah menjadi anak gunung. Semenjak itu juga gua berjanji tidak akan mendaki gunung lagi. Gua kubur dalam-dalam tentang Semeru. Ternyata mendaki gunung tidak segampang yang gua pikirkan. Mendaki gunung itu, minimal harus mempunyai persiapan yang cukup; mulai dari fisik, mental, dan logistik.


Setelah kembali dari Papandayan gua mulai fokus kuliah. Bandung, kota yang menjadi pilihan gua untuk menuntut ilmu. Wanita, kuliner, dan alam. Itulah alasan gua memilih Bandung sebagai kota persinggahan hidup ini. Bandung udah terkenal banget soal urusan wanitanya yang kece-kece, Bandung juga terkenal banget masalah kulinernya yang unik-unik dan menggoyang lidah. Dan masalah alam, gabisa diragukan lagi. letak kota Bandung yang seperti mangkok membuat Bandung mempunyai wisata alam yang keren-keren. Ibarat mangkok, Bandung itu ada di dalem mangkok dan gunung-gunung sebagai pinggiran mangkoknya yang menutupi Bandung. Selama tinggal di Bandung  sudah lumayan banyak wisata-wisata keren yang gua kunjungi. Semenjak itu niat gua untuk mendaki gunung mulai kembali.


Pada awal tahun 2015 saat kelas pertama mata kuliah Bahasa Inggris, Ibu dosen tercinta tiba-tiba menanyakan rosolusi apa yang akan dicapai pada tahun 2015 ke semua mahasiswa yang ada di kelas. Setelah beberapa temen gua menjawab resolusinya, tiba saatnya giliran gua untuk menjawab. Hidup yang selama ini hanya mempunyai mimpi-mimpi yang klise seperti membahgiakan orang tua, ingin sukses, ingin kaya, ingin punya pacar, ingin terbang, ingin jalan di air, ingin ini, ingin itu banyak sekali. Gak mungkin seorang mahasiswa semester empat menjadikan mimpi itu sebagai resolusinya untuk tahun 2015. Setelah operator otak ini mati-matian mencari berkas-berkas mimpi yang hilang atau terselip atau juga ternyata berkas itu belum ada dan harus membuatnya dulu. Setelah beberapa detik berpikir akhirnya operator otak ini berhasil menemukan ( bukan menemukan, tapi lebih pantas dibilang membuat-buat mimpi) berkas mimpi yang pantas dijadikan resolusi. Setelah berhasil menemukan berkas mimpi tersebut dengan gagahnya gua mengatakan “pada tahun 2015 ini, saya akan menginjakan kaki saya di puncak tertinggi pulau jawa yaitu, Mahameru” sebenernya itu hanya sekedar mimpi buatan demi memenuhi integritas diri  sebagai mahasiswa semester empat. Gua berpikir ah biaran aja boong, Cuma pertanyaan iseng-iseng doang ini, ga serius. Setelah gua menjawab resolusi ternyata respon dosen gua sangat bagus sekali, dia bertanya kapan? Dengan siapa? Dan dia berkata “beritahu saya jika resolusimu berhasil!” gua merasa bahwa ada yang percaya sama mimpi ini. Disaat ini juga gua mulai membulatkan tekad bahwa mimpi buatan ini harus benar-benar terwujudkan.


Seiring berjalannya waktu gua terus mencari cara agar mimpi ini benar-benar terwujud, dari mulai budget, temen perjalanan, fisik, mental dan informasi-informasi tentang semeru. menurut informasi yang gua dapetin bahwa semeru akan dibuka kembali pada awal mei karena sebelumnya ditutup sejak januari untuk perbaikan ekosistem.  Pada awal maret gua mulai mencari-cari temen yang mau ikut naek bareng. Akhirnya dapet enam orang calon yang mau naek bareng. Tetapi ketika H – 1 bulan tiga dari enam calon tersebut mengundurkan diri. Sebenarnya sih gua ga perlu repot-repot nyari temen, ngurus logistik dan simaksi kalo ikut Open Trip tapi selain budget Open Trip yang lebih mahal, gua lebih suka bebas tanpa ikatan itulah alasan yang buat gua gak ikut Open Trip.


Yeee akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu tiba juga. Oh iya, gua perkenalkan dulu rekan dalam perjalanan gua. Ada Arief dan Akbar dan Nurul. Sekedar bocoran aja, Akbar dan Nurul adalah korbang dari tipudaya gua. Sebenernya mereka belom pernah naik gunung dan gaada niatan buat naek gunung. Setelah gua rayu-rayu dan mengiming-imingi bahwa Semeru itu indah banget dan tracknya enjoy, akhirnya mereka mau, hehehe. Oh iya, satu lagi. Sebelum ke Semeru gua latihan mendaki dulu ke Gunung Guntur yang katanya miniaturnya Semeru. Perjalanan ke Gunung Guntur gaakan gua ceritain disini, mungkin nanti setelah menyelesaikan tulisan perjalanan mendaki Semeru.
kita berangkat ke Malang menggunakan kereta api Matarmaja. Kita sepakat menjadikan rumah gua sebagai meet point dan packing alat-alat logistik karena deket dari stasiun kereta api Poris. Setelah packing selesai kita langsung menuju Stasiun Pasar Senen. Kita tiba di Stasiun Pasar Senen setengah jam sebelum keberangkatan kereta Matarmaja. Bulan Mei 2015 emang waktu yang cocok banget untuk para pendaki melakukan tripnya karena pada waktu itu cuaca cerah dan ternyata banyak sekali pendaki yang memenuhi Stasiun Pasar Senen.
Oh iya, sekedar informasi buat kamu yang berada di jabodetabek yang ingin travelling menggunakan kereta tapi belum punya pengalaman naik kereta sebelumnya. Jadi kereta untuk ke Pulau Jawa terbagi dua, ada ekonomi dan bisnis/esekutif. Nah untuk kereta ekonomi biasanya keberangkatannya menggunakan Stasiun Pasar Senen. Sedangkan yang Bisnis/eksekutif keberangkatannya menggunakan Stasiun Gambir.


Jam 15.15 WIB kereta kita berangkat menuju Malang. Ini pengalaman pertama gua menggunakan kereta jarak jauh. Awalnya sih seneng-seneng aja dikerata, bisa ngobrol sama orang-orang baru, melihat pemamdangan diluar, tidur dalam kereta, dll. Lama-kelamaan bete juga dalam kereta yang tempat duduknya itu terbuat dari plastik dan untuk sandaran badannya sangat tegak. Bayangkan kita berada dikerata hampir 17 jam, dan kegiatannya hanya duduk-duduk saja, hahahaha.
16 Mei 2015, jam delapan pagi. Akhirnya kita sampai di Malang. Uh, seneng bangat rasanya bisa melepaskan pantat dikursi panas kereta Matarmaja. Tips nih buat elu yang mau mendaki semeru menggunakan kereta. Setelah turun dari kereta cari barengan untuk menyewa mobil angkot yang akan mengantarkan kita sampai Pasar Tumpang. Selain biaya lebih murah, waktu yang kita butuhkan juga lebih singkat karena tidak harus turun naek angkot menuju terminal lalu nyambung lagi ke Tumpang. Oh iya, hati-hati ya gaes pas keluar Stasiun banyak calo, supir angkotnya juga galak-galak. Gua pun menjadi korban supir galak tersebut. Setelah keluar dari Stasiun, gua ga langsung menyewa angkot karena lataran gua hanya berempat dan pasti biaya yang dikeluarkan untuk patungan bayar angkot pasti gede. Gua pun nyantai-nyantai dulu di depan Stasiun sekalian nyari barengan. Ketika lagi nyari barengan, datanglah supir angkot menawarkan jasa untuk mengantar ke Pasar Tumpang. Karena gua dibesarkan di Fakultas Ilmu Komunikasi, cara berpakaian, cara bicara, dan  pelayanan selalu menjadi pertimbangan untuk memilih jasa yang akan digunakan. Dan entah gimana, naluri gua berkata untuk menolak tawaran  supir angkot tersebut. Padahal cara berpakaiannya normal, hanya cara bicaranya aja yang kurang enak didengar, hahaha. Gua terus keliling mendatangi kelompok-kelompok pendaki secara bergantian. Selagi jalan mencari barengan datanglah supir yang tadi untuk menawarkan jasanya kembali dengan sedikit maksa, tapi tetep gua tolak karena gua belom dapet barengan dan gua rada kurang suka jika harus dikejar-kejar. Akhirnya dapet juga barengan empat orang, jadi total kita sekarang delapan orang. Kebetulan dekat kita ada angkot, akhirnya gua coba nego sama angkotnya dan kita deal deangan harga 100ribu sampai Pasar Tumpang. Kita semua langsung berkemas memasukan cerier kedalam angkot, dan tiba-tiba saja supir yang tadi menawarkan jasanya ada didekat saya dan berbicara dengan nada marah “bilang aja lagi nyari barengan, jangan nolak-nolak terus. #$@#$%$#$@$#^%$^^&%&” entah kata-kata apa selanjutnya, karena dia menggunakan bahasa jawa dan saya tidak menegrti. Okelah skip, gua anggap itu hanya angin lewat dan angkot kita langsung menuju Pasar Tumpang.
Tibalah kita di desa Tumpang, ternyata kita tidak dibawa ke Pasar Tumpang. Kita dibawa kerumah orang yang menyewakan jeep bernama mas Kentung. Disana tidak hanya ada kelompok gua, tapi banyak juga kelompok lain sekitar 30 orang. Di rumah mas Kentung kita nyantai-nyantai, cuci muka, bersihin badan dan makan dulu sebelum melanjutkan perjalanan ke pos pendaftaran di desa Ranu Pani. Ketika kita lagi nyantai, rombongan yang 25 orang sudah diangkut oleh jeep-jeep temennya mas Kentung, hingga sisa empat orang yang gabung sama kelompok kita menjadi 13 orang. Akhirnya rombongan kita berangkat menuju Ranu Pani dengan dua mobil jeep, satu jeep terbuka, dan satu lagi jeep tertutup, seharga 600ribu. Waw, murah banget. Saya pikir 13 orang akan dibawa oleh satu jeep, ternyata dua jeep. Kata mas Kentung satu jeep lagi sekalian mau jemput orang, jadi sekalian aja. Akhirnya kita berangkat, dan bodohnya saya memilih ikut di jeep yang tertutup karena kita berangkat jam 11 siang dan panasnya sangat terasa dikulit. Perjalanan dari Tumpang ke Ranu Pani lumayan memakan waktu, tapi pemandangan yang diberikan sangat indah. Jadi hati ini sedikit kecewa karena di jeep tertutup ruang gerak untuk melihat pemandangan diluar sangat susah.
Akhirnya sampai di Ranu Pani. Dari 13 orang, tiga orang memilih untuk mendaki duluan karna dia hanya punya waktu tiga hari dua malam untuk mendaki. Sedangkan sisanya sama seperti saya, melakukan pendakian empat hari tiga malam. Kita bersepuluh memutuskan untuk beristirahat dulu sambil menikmati Ranu Pani. Setelah puas besantai akhirnya kita mulai mendaki jam  16.30 WIB. Dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo biasanya memakan waktu empat jam.  Gua pikir ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan karena berangkat sore dan pasti akan ketemu malem diperjalanan, biasanya kalo pendakian malem, perjalanan tidak akan terasa tapi perjalanan malem di Semeru sangat berbeda. Kolompok kita banyak menemukan kejadian-kejadian aneh.

0 comments:

Post a Comment