Perjalanan dari Ranu Pani menuju Ranu
Kumbolo biasanya hanya membutuhkan waktu empat jam. Tapi perjalanan kita
benar-benar ngaret dikarenakan banyak hal-hal aneh yang kita alami. Kita
memulai perjalanan setengah lima sore dari Ranu Pani. Awal perjalanan semuanya
masih baik-baik saja, karena fisik kita masih kuat dan memang trek menuju Ranu
Kumbolo sangat nyantai. Sepanjang jalan kita sering berjumpa sama pendaki yang
turun dan dengar-dengan kabar ada juga pendaki yang dihukum karena mengambil
bunga Edelweis, pendaki tersebut disuruh mengembalikan lagi ketempat semula.
Ada juga pendaki yang dibawa dengan tandu, entah kenapa gua juga gatau, pokonya
saat itu banyak sekali pendaki yang turun karena sebelumnya ada 2 tanggal merah
disatu minggu yang sama sehingga menjadikan extra extra long weekend. Bahkan
kuota pendakian Semeru dibuka sampai 3000 orang lebih. Setelah pendakian massal
tersebut dampaknya sangat terasa untuk kebersihan gunung Semeru, banyak sekali
sampah-sampah yang berserakan disekitar Gunung Semeru.
Oke, lanjut lagi ke perjalanan. Sebenernya
unutk estimasi waktu dari pos ke pos gua sudah lupa dikarenakan perjalanan ini
sudah setahun lalu, tapi kejadian-kejadian aneh selama perjalanan masi terekam
walaupun sudah sedikit samar-samar. Sepanjang perjalanan dari Ranu Pani sampai
pos tiga lancar, hanya saja temen saya Nurul yang baru pertamakali mendaki
muntah-muntah terus mungkin karena masuk angin. Sekitar jam 10 malam kita
memutuskan istirahat di pos tiga karena kondisi Nurul semakin memburuk. Di pos
tiga kita juga bejumpa dengan pendaki dari Surabaya yang fisiknya juga mulai
melemah, ia mendaki dari jam dua siang. Waw, lama banget. Dari jam dua siang,
jam 10 malam masih di pos tiga, ini perjalanan yang sangat panjang sepertinya.
Denger-denger, niatnya mereka akan ngecamp di pos tiga dikarenakan konidisi
tubuh anggotanya ada yang kurang fit dan sudah tidak ada pendaki lain yang naik.
Ternyata tuhan masih memberikan kebaikan untuk mereka, setelah lama menunggu di
pos tiga datanglah kelompok kita sebagai pendaki yang terakhir.
Setelah
istirahat dan berbaur dengan pendaki asal Surabaya akhirnya mereka akan ikut
jalan bareng kita menuju Ranu Kumbolo. Disinilah aroma-aroma mistis mulai
terasa. Dari pos dua, perjalanan menuju Ranu Kumbolo Nurul yang paling depan
memimpin jalan dikarenakan tracknya yang tidak terlalu luas dan kondisi nurul
yang harus diperhatikan. Untuk menghancurkan sepinya suasana Nurul yang memang
memegang komando perjalanan mencoba menyuruh kami berhitung bersautan-sautan.
Kebetulan posisi kita memanjang
berbentuk seperti ular. Nurul berteriak “satu” dan mulailah
bersaut-sautan menghitung, kebetulan saya berada diposisi nomer sembilan, dan
Fajar berada diurutan terakhir yaitu nomer 10. Satiap kali Nurul mengajak
menghitung, saya jarang sekali dengar suara Fajar untuk menyaut untuk
menyebutkan angka 10 sebagai posisi dia dan untuk meyakinkan bahwa kelompok
kita lengkap. Mungkin karena baru kenal, Fajar masi sedikit malu atau memang
sifatnya yang pendiam. Setiap kali mengajak berhitung dan saya tidak mendengar
teriakan dari Fajar, saya selalu menoleh kebelakang untuk memastikan bahwa kondisi Fajar
baik-baik saja.
Ketika kita
bergegas mau melanjutkan perjalanan dari pos tiga menuju Ranu Kumbolo, seperti
biasa Nurul selalu mengajak berhitung. Berhitung pun dimulai, hitungan pun
sekarang berakhir di angka 10, ini tandanya kelompok kita lengkap. Tapi anehnya
kenapa Nurul mengulang berhitung, dan setelah hitungan selesai kelompok kita
masi tetap lengkap. gua sudah mengajak berjalan, tapi Nurul belum mau jalan,
sambil masang muka penasaran dan kesel dia mengajak menghitung ulang, dan
hitungan masi sama berakhir pada angka 10. Gua mulai bingung sama Nurul. “udah
ayoo jalan, nanti keburu kemaleman” sambil bicara, gua mulai melangkahkan kaki,
berharap yang lain mengikuti langkah gua. Tiba-tiba Nurul bicara dengan lantang
“eh, entar dulu tungguin dua lagi, tadi kan berangkat bareng masa mao
ditinggal”. Anak-anak yang lain mulai bingung. Gua pun bertanya “dua lagi
siapa? Kan dari tadi kita 10 orang” terus Nurul jawab dengan muka bingung “lah
daritadi pas berhitung kan ada 12, masa sekarang 10 doang”. Wah disini gua
mulai ngerasa ada yang ga beres, soalnya setiap kali berhitung, selalu putus di
angka sembilan yaitu gua, jarang banget gua denger Fajar ikut berhitung. Terus
kenapa tiba-tiba Nurul bilang setiap berhitung terakhirnya di angka 12. Kondisi
saat itu jam 11 malem kalo ga salah, dan suhu di pos tiga kurang lebih
10drajat, udara dingin dan kejadian aneh yang menimpa kelompok kita berhasil
membangkitkan bulu kudu. Alhasil kita langsung ambil langkah seribu
meninggalkan pos tiga, untungnya kita dapet barengan pendaki Surabaya, jadi
lebih ramai lagi perjalanan kita.
Kurang lebih
jam 12 malem kita sampai di Ranu Kumbolo, karena udara Ranu Kumbolo yang cukup
menusuk tulang kita langsung bergegas mendirikan tenda. Malam itu, ada lumayan
banyak yang mendirikan tenda di Ranu Kumbolo, tapi suasana malam saat itu
sangat sepi tidak ada pendaki yang berada diluar tenda, mungkin dikarenakan
tidak boleh membuat api unggun, akhirnya pendaki lebih memilih mengahatkan
tubuh di dalam tenda. Selesai mendirikan tenda kita semua langsung
beristirahat. Suhu di Ranu Kombolo memang sangat ekstrim sehingga mampu
menciptakan udara dingin dan butiran-butiran es diatas tenda dan dedaunan.
Udara dingin Ranu Kumbolo sangat menggangu tidur, gua takut kejadian hipotermia
di Papandayan terjadi lagi. Karena sangat lelahnya berjalan jauh, dan setelah
gua coba paksain buat tidur, Alhamdullilah gua bisa tidur nyenyak dan saking
nyenyaknya sampe bangun kesiangan. Di Ranu Kumbolo emang enak banget buat
males-malesan, buka tenda liat view danau Ranu Kumbolo dengan pemanis
bukit-bukit disekelilingnya sambil makan Indomie rebus pake cabai; Ini hal
sederhana yang mahal dan susah didaptkan di perkotaan.
Setelah puas
males-malesan dan makan siang di Ranu
Kumbolo, gua, Arif, Fajar, Lek Wono, Rizky dan Tanjung bersiap-siap untuk
melanjutkan perjalanan menuju Kalimati dengan tujuan ke puncak. Yang lain tidak
ikut ke puncak dan lebih memilih menunggu di Ranu Kumbolo. Jam satu siang kita
berempat berangkat menuju Kalimati. Tanjakan Cinta, jalanan yang terlihat tidak
begitu menanjak tapi pas dirasakan langsung, ternyata lumayan menguras tenaga
juga. Disini banyak pendaki yang menjadi sombong, karena saat dipanggil oleh temennya
dia tidak mau menoleh, termasuk gua juga sih. mungkin karena korban film 5cm.
Walaupun disaat itu gua mempunyai banyak cabe-cabean tapi gua tetep mengikuti
tradisi Tanjakan Cinta, yaitu tidak boleh menoleh kebelakang disaat melewati
Tanjakan Cinta. Gua terus membayangkan muka Putri Titian berharap nanti turun
dari semeru bisa berjodoh sama Putri Titian wkwkwkwk.
Setelah puas
menikmati Tanjakan Cinta, sampailah dipenghujung jalan diatas bukit yang
memberikan keindahan yang luar biasa. Kita bisa mendapatkan dua pemandangan
keren sekaligus antara Ranu Kumbolo dan Oro-oro Ombo. Wah perjalanan mendaki
semeru memang sangat memanjakan mata. Saking takjubnya dan tidak mau sampai
kehilang moment langsunglah kami mengeluarkan persenjataan untuk axis yaitu
tongsis dan smartphone. Untuk mencapai pos Cemoro Kandang ada dua jalan. Jalan yang
pertama kita harus berbaur dan menari dengan bunga Verbena Brasiliensis. Jalur ini
yang biasanya dipilih pendaki disaat akan menuju Kalimati karena banyak pendaki
yang ingin melihat secara dekat dan mengabadikan momentnya bersama bunga
tersebut. Oh iya, bunga yang di Oro-oro Ombo itu bernama Verbena Brasiliensis,
bukan Lavender ya gaes. Oke lanjut ke jalur kedua. jalur kedua adalah melewati
jalan setapak di bahu bukit. Dari atas bukit Tanjakan Cinta kita ambil arah
kiri, nah pemandangan Oro-oro Ombo dari atas bukit ini pun ga kalah cantik. Jalur
ini biasanya dilalui pendaki ketika kembali menuju Ranu Kumbolo. Walaupun ada
dua jalur yang berbeda tapi tujuannya tetap satu yaitu Cemoro Kandang sebagai
pos persihnggan pendaki untuk beristirahat sejenak.
Siang itu di
Pos Cemoro Kandang. Panasnya terik matahari membuat tenggorokan ngebul
mengeluarkan asap karena saking keringnya. Cemoro Kandang adalah tempat yang
cocok untuk beristirahat karena dikelilingi pohon-pohon yang mempunyai daun
rimbun dan disana juga terdapat penjual minuman, gorengan dan semangka. Minuman
yang dijajakannya juga tidak begitu banyak macamnya. Hanya ada air mineral,
Mizone dan minuman bersoda. gua tertarik dengan Mizone yang terlihat sangat
menyegarkan dan menari berliuk-liuk mencoba menggoda. Akhirnya gua tergoda,
tanpa pikir panjang langsung mengambil, memutar tutup botolnya, meneguk habis
hingga tetes terakhir. Brrrr,, gila seger bangat. Tapi kesegaran gua tiba-tiba
sirna ketika abang abangnya memberitahu harga perbotol Mizone adalah Rp.15.000.
wah kalo beli di Alfa bisa dapet 5 nih hahaha. Tapi yawdahlah ya, dia juga cape
bawanya dari bawah sampe atas butuh waktu yang lama juga, jadi menurut gua ya
wajar sih. Gua ngasih uang 20ribu, masi
ada kembali 5ribu. Sekalian berbagi rezeky sama penjualnya, gua minta kembaliannya
dituker semangka aja. Dikasihlah dua potong semangka yang terlihat seperti air
sungai yaitu diam-diam menghanyutkan. Jika dipandang semangka ini biasa-biasa
aja, warnanya juga pucat tidak begitu cerah. Setelah gua nyobain tuh semangka,
ternyata inilah yang namanya kesegeran sejati. Manisnya semangka dan dinginnya
semangka yang terbuat dari dinginnya alam sekitar membuat rasa semangka Semeru
berbeda dengan semangka yang di toko-toko buah. Gua rela ngeluarin uang 30rb Cuma
buat jajan semangka saja hahaha. Semangka bener-bener bikin ketagihan pokonya
beda banget sama semangka yang ada di toko-toko maupun swalayan-swalayan besar.
Hal ini bener-bener gua buktiin sendiri. setelah turun dari Semeru, kita nginep
di kota Malang. Temen – temen gua sengaja beliin satu buah semangka yang masih
bulet untuk gua, mungkin karena harganya murah dan mungkin karena dia ngeliat
pas di Semeru, gua suka banget sama semangka. Pas gua cobain tuh semangka
ternyata rasanya beda jauh banget. Walaupun rasa semangkanya manis tapi
tetapnya terasa adem dimulut, rasa manisnya beda. Pokoknya semangka Semeru,
Semangka terenak yang pernah ada. Oh iya jangan terlalu banyak juga jajan
Semangka di Semeru apalagi sambil makan gorenganya juga, bisa-bisa kena BAB. Hal
ini gua rasain sendiri, saking lapernya gua makan gorengan sebagai pengganjal perut
dan makan semangka untuk menghilangkan dahaga. Akibat sifat rakus gua, akhirnya
gua terkena BAB. wah sumpah betapa ribetnya ketika kena BAB. hampir berapa jam
sekali harus boker dan terkadang habis boker mao boker lagi. Abis dah gua jadi bahan
bulyan temen-temen.
Setelah puas menikmati alam Cemoro Kandang yang sangat
memanjakan diri sambil memakan semangka, kita melanjutkan perjalanan menuju
Kalimati. Dari Cemoro Kandang menuju Kalimati jalanannya tidak begitu menanjak
masi ramah untuk pendaki pemula, hanya saja tracknya yang kita injak adalah
pasir. Pasirnya bener-bener nyiksa banget sih, soalnya setiap pijakan orang
yang didepan kita debunya menyebar kemana-mana dan membuat kita susah bernafas.
Jalan menuju Kalimati cukup jelas, tinggal ikuti jalan setapak saja sampai
nanti bertemu pos Jambangan. Dari Jambangan kita bisa melihat view kegagahan
Sang Mahameru.
0 comments:
Post a Comment